GINGER(Zingiber officinale) BAB 1PENDAHULUAN            Jahe adalah tanaman rimpang yang

GINGER

(Zingiber officinale)

 

BAB 1

PENDAHULUAN

            Jahe adalah tanaman rimpang yang sangat popular sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Beberapa ahli botani menyatakan bahwa tanaman jahe berasal dari daerah Asia Tropik, yang kemudian tersebar di berbagai wilayah mulai dari India sampai Cina. Namun, Nikolai Ivanovich Vavilov, ahli botani Soviet, memastikan bahwa pusat utama asal tanaman jahe adalah Indo-Malaya yang meliputi Indo-Cina, Malaysia, Filipina dan Indonesia. Di kawasan Asia, tanaman jahe tersebar hampir di seluruh daerah tropika basah. Kini, tanaman jahe banyak dibudidayakan di berbagai daerah. Pusat utama tanaman jahe di Indonesia adalah Sumatera Utara, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur 1.

 

 

Gambar 1. Rimpang jahe dan tanaman jahe

 

            Kedudukan tanaman Jahe dalam sistematika (Taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut :

Kingdom         : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi               : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)  

Subdivisi         : Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas               : Monocotyledonae (biji berkeping satu)

Ordo                : Zingiberales

Famili              : Zingiberaceae (temu-temuan)

Subfamili         : Zingiberoidae

Genus              : Zingiber

Spesies            : Zingiber officinale Roxb 1.

            Di Indonesia, jahe dikenal dengan beberapa naman antara lain halia, haliya, lea, lia, lahia, jhai, jahi, lai jhahik, moyuman, beuing, hairale, masin manas, reja, pimedas, jahja, padeh, sipode, sipadas, pege, bahing, ai manas, naije, sedap, sehi, sewe, laile, gore, gisoro, gihori, dan yoyo. Tanaman jahe merupakan terna tahunan, berbatang semu dengan tinggi antara 30 cm – 75 cm. Berdaun sempit memanjang menyerupai pita, dengan panjang 15-23 cm, lebar lebih kurang 2,5 cm, tersusun teratur dua baris berseling. Tanaman jahe hidup merumpun, beranak-pinak, menghasilkan rimpang, dan berbunga. Bunga berupa malai yang tersembul pada permukaan tanah, berbentuk tongkat atau bulat telur, dengan panjang lebih kurang 25 cm. Mahkota bunga berbentuk tabung, dengan helaian agak sempit, tajam, berwarna kuning kehijauan. Bibir mahkota bunga berwarna ungu gelap, berbintik-bintik putih kekuning-kuningan. Kepala sari berwarna ungu dan mempunyai dua tangkai putik.  Rimpang jahe memiliki bentuk bervariasi, mulai dari agak pipih sampai gemuk (bulat panjang), dengan warna putih kekuning-kuningan hingga kuning kemerah-merahan. Rimpang jahe mengandung minyak atsiri yang mudah menguap sehingga memberikan bau khas pada jahe1.

Jahe memiliki beberapa komponen zat aktif, diantaranya adalah golongan phenol (shogaols and gingerols), golongan sesquiterpen (bisapolene, zingiberene, zingiberol, sesquiphellandrene, curcurmene) dan senyawa lain seperti  6-dehydrogingerdione, galanolactone, gingesulfonic acid, zingerone, geraniol, neral, monoacyldigalactosylglycerols dan  gingerglycolipids. Beberapa penelitian jahe mengemukaan manfaat atau potensi tanaman jahe, diantaranya adalah sebagai berikut 2:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PRODUK JAHE

 

            Dahulu, jahe hanya digunakan sebagai bumbu dapur dan bahan jamu tradisional. Sekarang, minuman jahe instan dalam berbagai merk sudah banyak dikenal dan digemari di pasaran. Minuman jahe instan tidak hanya dapat menyegarkan tubuh namun juga memiliki beberapa khasiat untuk kesehatan.

            Beberapa contoh produk di pasaran adalah sebagai berikut :

 

Gambar 2. Produk Jahe

            “Wedang Jahe Merah Instan” merupakan salah satu contoh produk yang beredar di pasaran. Produk ini mengandung jahe merah, rempah-rempah, dan gula pasir. Adapaun khasiatnya adalah melancarkan peredaran darah, menambah vitalitas, memperkuat daya tahan tubuh dan mencegah masuk angin. Aturan pakainya adalah dengan menyeduh 1 sendok teh serbuk dengan air panas dan dapat diminum selagi hangat. Produk ini juga telah didaftarkan ke Dinas Kesehatan denga nomor registrasi Din Kes RI.P.IRT.No. 212320101554.

           

 

 

 

 

            Contoh lain yang dapat ditemukan di pasaran adalah :

 

Gambar 3. Produk jahe

 

            Jahe Instant “SAFADA” adalah minuman tradisional masyarakat Indonesia terbuat dari Jahe Emprite pilihan dan gula alami yang memiliki banyak manfaat terutama untuk kesehatan. Komposisi dari jahe instan ini adalah Jahe Emprite, Gula, Sereh, Cengkeh dan Ginseng. Beberapa manfaatnya adalah merangsang pelepasan hormon adrenalin, memperlebar pembuluh darah, sehingga darah mengalir lebih cepat dan lancar, membuat tubuh menjadi lebih hangat dan menurunkan tekanan darah. Adapun aturan pakainya adalah dengan melarutkan  satu bungkus jahe Safada dalam 200 ml air panas. Jahe ini sudah mendapat ijin edar dari Dinas Kesehatan dengan nomor registrasi DINKES P.IRT. 213360301351.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

REVIEW JURNAL HASIL UJI KLINIK

  1. A.    AKTIVITAS SEBAGAI ANTIEMETIK

Berdasarkan jurnal Efficacy of Ginger for Nausea and Vomiting, hasil studi beberapa penelitian tentang aktivitas jahe menunjukan aktivitas sebagai antiemetik. Penelitian- penelaitian yang dilakukan terkait dengan empat kondisi klinis yang berbeda yaitu mabuk laut, morning sickness, mual akibat kemoterapi dan mual setelah operasi. Namun, sebagian besar penelitian dilakukan pada kondisi mual setelah operasi. Adapun hasil penelitiannya adalah sebagai berikut :

  1. Grøntved dan rekan mempelajari 80 taruna Denmark, dialokasikan secara acak untuk menerima satu dosis jahe bubuk 1 g atau plasebo. Gejala mabuk laut yang dievaluasi selama 4 jam setelahnya. Relawan yang menerima bubuk jahe mengalami mabuk laut lebih jarang dibandingkan dengan mereka yang menerima plasebo. Perbedaan antara bubuk jahe dan plasebo secara statistik signifikan (P 0,05) 4 jam setelah menerima obat.
  2. Fischer-Rasmussen dan rekan  melakukan studi crossover kecil pada 27 wanita yang menderita hiperemesis gravidarum. Pasien menerima bubuk jahe 250 mg atau plasebo, empat kali sehari selama 4 hari. Mual dinilai menggunakan skor gejala. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan secara signifikan (P 0,05) dengan  memberikan manfaat yang lebih besar setelah pemberian jahe dibandingkan dengan plasebo.
  3. Satu penelitian RCT diidentifikasi untuk mual karena kemoterapi. 41 pasien yang menderita leukemia dialokasikan secara acak ke salah satu dari dua kelompok untuk menerima jahe secara per oral atau plasebo, setelah pemberian Compazine iv.  Hasil penelitian menunjukkan perbedaan secara signifikan (nilai P tidak dilaporkan) dengan pengurangan mual pada pasien yang menerima jahe dibandingkan dengan mereka yang menerima plasebo.
  4. Bone dan rekan melakukan studi terhadap 60 wanita sebelum operasi ginekologi mayor. Pasien dialokasikan secara acak untuk menerima jahe 1 g, metoclopramide 10 mg atau plasebo sebagai dosis tunggal yang diberikan dengan secara oral sebelum operasi. Gejala mual selama 24 jam pertama setelah operasi adalah 28% pada kelompok penerima jahe, 30% pada metoclopramide dan 51% pada kelompok plasebo. Signifikansi secara statistik (P 0,05) dilaporkan bahwa pasien yang menerima jahe mengalami insiden mual yang lebih sedikit dibandingkan pasien yang menerima obat dan juga plasebo.
  5. Phillips, Hutchinson dan Ruggier melakukan studi secara acak pada 120 wanita sebelum operasi laparoskopi, salah satu dari tiga jenis kelompok perlakuan. Obat diberikan 1 jam sebelum operasi dan kejadian mual muntah adalah 21%, 27% dan 41% masing-nasing pada kelompok penerima jahe, metoclopramide dan plasebo. Secara signifikan (P 0,006) lebih sedikit pasien mengalami mual pada kelompok jahe dibandingkan dengan kelompok plasebo.
  6. Dalam sebuah studi oleh Arfeen dan rekan, 108 perempuan dialokasikan secara acak untuk menerima jahe 0,5 g, jahe 1 g atau plasebo sebelum operasi laparoskopi. Insiden mual dan muntah dipantau 3 jam setelah operasi. Tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok.
  7. Sebagian besar studi melaporkan bahwa jahe bubuk 1 g sehari mengurangi mual dengan berbagai penyebab. Satu studi pada mual pasca operasi. Namun, tidak menunjukkan secara signifikan efek menguntungkan pada jahe dibandingkan dengan plasebo dan antara dosis 0,5 g dan 1 g bubuk jahe 3.

Mekanisme jahe sebagai antiemetik karena adanya senyawa Gingerol, khususnya 6-gingerol sebagai zat aktif pada jahe yang juga bertanggung jawab untuk rasa khas.  Ada beberapa mekanisme yang bisa menjelaskan efek antiemetik jahe. Pada hewan misalnya, hal itu menunjukkan bahwa 6-gingerol meningkatkan transportasi gastrointestinal. Senyawa Ini dan senyawa lain pada jahe menunjukkan aktivitas anti hydroxytryptamine di dalam ileum marmut terisolasi. Galanolactone yang merupakan senyawa lain jahe, adalah antagonis kompetitif reseptor 5-HT3 di ileum. Kemungkinan efek antiemetik dapat juga disebabkan oleh pengaruh pada sistem lambung melalui 5-HT3 antagonisme. Hipotesis ini melemah oleh hasil studi acak, plasebo-kontrol, studi crossover pada sukarelawan manusia dilaporkan bahwa konsumsi oral bubuk jahe tidak mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Sebaliknya, efek pada sistem saraf pusat mungkin terlibat. Hipotesis ini diperkuat oleh penemuan bahwa pada hewan, 6-gingerol mencegah muntah dalam respon siklofosfamid. Agen antiemetik modern seperti droperidol, prokinetik-metoclopramide dan odansetron merupakan contoh antagonis reseptor 5-HT3 yang sintetis. Dalam studi perbandingan jahe dan metoclopramide, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan. Kesimpulan dari rewiew jurnal tersebut mengemukakan bahwa jahe adalah obat herbal antiemetik yang menjanjikan 3.

  1. B.     INTERAKSI DENGAN OBAT ATAU HERBAL LAIN

Kebanyakan interaksi yang terjadi antara jahe dengan obat-obat konvensional adalah interaksi farmakodinamik. Jahe menunjukkan aktivitas antitrombotik dan memperpanjang waktu pendarahan. Beberapa penelitian menyimpulkan opini yang berlawanan pada efek jahe terhadap hemostatis, khususnya sebagai penghambat platelet(4).

Secara in vitro, jahe menghambat agregasi platelet dengan mekanisme penghambatan aktivitas tromboksan melalui jalur asam arakhidonat. Aktivitas ini merupakan aktivitas yang mirip dengan aspirin pada dosis rendah. Namun, penelitian ini dilakukan bukan pada manusia(4).

Penelitian efek penggunaan jahe selama 7 hari bersama antikoagulan warfarin pada pria yang sehat dilaporkan tidak menunjukkan efek dan perubahan status farmakokinetik dan farmakodinamik warfarin. Tetapi masih ada laporan lain yang menyebutkan adanya interaksi jahe dengan antikoagulan dan antiplatelet(4).

Jahe yang diketahui juga berpengaruh terhadap proses penurunan lipid, antioksidan dan hepatoprotektor. Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap tikus untuk mengetahui efek kombinasi dari penggunaan ektrak jahe dan atrovastatin pada profil lipid dalam darah menunjukkan hasil yang cukup baik. Interaksi antara keduanya dapat menurunkan level kolesterol plasma. Jahe juga dapat menurunkan efek hepatotoksik dari atorvastatin, sehingga peneliti menganjurkan penggunaan kombinasi regimen jahe dan statin dosis rendah dapat memberikan keuntungan pada terapi hiperkolesterolemia(4).

Dalam suatu penelitian juga disebutkan bahwa penggunaan jahe bersama dengan obat-obat golongan NSAIDs terdapat kemungkinan terjadinya interaksi yang mekanisme belum diketahui(5).

Jahe dapat meningkatkan absorpsi obat-obat yang dikonsumsi secara oral. Jahe juga mengantagonis aktivitas proton pump inhibitor (PPI) dan H2 bloker yang berarti justru dapat meningkatkan produksi asam lambung. Bila digunakan untuk mengatasi mual muntah pada motion sickness, jangan kombinasikan jahe dengan obat-obat lain yang memiliki efek yang sama seperti dimenhidrinat(6).

 

 

  1. C.    DOSIS

Dosis standar penggunaan jahe adalah sebagai berikut :

  • Ambil 75 – 2.000 mg dalam dosis terbagi dengan makanan, standar mengandung 4% minyak atsiri atau 5% dari total senyawa pedas termasuk 6-gingerol atau 6-shogaol.
  • Untuk mual, gas, atau gangguan pencernaan: 2 – 4 gram akar segar setiap hari (0,25-1,0 g bubuk akar) atau 1.5 – 3.0 mL (30 – 90 tetes) ekstrak cair sehari-hari.
  • Untuk mencegah muntah, ambil 1 gram bubuk jahe (1/2 sdt) atau yang setara, setiap 4 jam sesuai kebutuhan (tidak melebihi 4 dosis harian), atau 2 kapsul jahe (1 gram), 3 kali sehari. Atau dapat juga dengan mengunyah sepotong 1/4 oz jahe segar bila diperlukan.
  • Untuk kehamilan-diinduksi dengan muntah, gunakan 250 mg 4 kali sehari sampai 4 hari. Bicaralah dengan dokter Anda sebelum mengambil jahe.
  • Untuk nyeri artritis: 250 mg 4 kali sehari(7).

Adapun dosis dari jahe pada pemberian oral, pediatric, dewasa, dan wanita hamil adalah sebagai berikut:

a)      Pemberian lewat oral

  • Untuk morning sickness: 250 mg jahe 4 kali sehari.
  • Untuk mual dan muntah pasca operasi: 1-2 gram bubuk akar jahe diberikan satu jam sebelum induksi anestesi.
  • Untuk arthritis: Banyak produk berbeda dari ekstrak jahe  yang digunakan dalam studi. Dosis digunakan berbeda tergantung pada produk yang diambil.
    • Satu ekstrak jahe (Eurovita Extract 33; EV ext-33) 170 mg tiga kali sehari dalam penggunaannya
    • Ekstrak lain (Eurovita Extract 77, EV ext-77), yang mengkombinasikan gingert dengan alpinia, 255 mg dua kali sehari dalam penggunaannya.
    • Ekstrak jahe (Zintona EC) 250 mg empat kali sehari dalam penggunaannya(8).

b)     Pediatric

  • Tidak memberikan jahe bagi anak di bawah 2 tahun.
  • Jahe dapat digunakan oleh anak di atas usia 2 tahun untuk mengobati mual, kram perut, dan sakit kepala. Mintalah dokter Anda untuk membantu Anda menentukan dosis yang tepat.

 

c)      Dewasa

Secara umum, tidak boleh mengkonsumsi jahe lebih dari 4g  per hari, termasuk dari sumber makanan.

d)     Wanita hamil

Pada wanita hamil tidak boleh mengkonsumsi jahe lebih dari 1g per hari(7).

 

  1. D.    TOKSISITAS

Tidak terdapat laporan toksisitas kronik pada jahe, atau aktivitas mutagenik dan karsinogenik lain. Sedangkan penggunaan jahe pada penyakit lain atau pada pasien dengan disfungsi organ spesifik masih belum dilaporkan adanya adverse efek. Namun, beberapa herbalist menyarankan untuk tidak menggunakan jahe pada pasien dengan kondisi peyakit jantung, batu empedu/penyakit bilier lain atau pada pasien dengan diabetes melitus dan hipoglikemi walaupun belum ada laporan efek samping pada penggunaan jahe oleh pasien yang mengkonsumsi jahe sebagai suplemen makanan. Sedangkan pada masa kehamilan diduga aman karena berdasarkan sejarah konsumsi jahe sebagai makanan tidak dilaporkan adanya adverse efek karena aktivitas uterotonika dilaporkan terdapat pada spesies Zingiber cassumunar sedangkan pada jahe tidak ditemukan adverse efek apabila dikonsumsi pada masa kehamilan(2).

Jahe tidak memiliki toksisitas akut pada dosis yang biasa dikonsumsi untuk diet ataupun obat. Pada dosis jahe yang besar yakni 6 gram atau lebih dapat mengakibatkan iritasi lambung dan hilangnya mukosa pelindung lambung. Pada dosis normal (sampai 2 gram sehari), jahe tidak mempengaruhi parameter pembekuan darah atau koagulasi darah. LD50 akut jahe pada tikus adalah lebih dari 5 gram minyak jahe/kgBB(2).

Macam-macam toksisitas dari senyawa aktif yang terdapat di dalam jahe adalah sebagai berikut :

  1. Toksisitas Akut Minyak Jahe:
  • dosis LD50.Lethal, 50 persen death.Mice.Abdominal
  • dosisinjection.1.23 ml/kg.LD50.Lethal, 50 persen Perfusi death.Mice.Gastric. 3.45ml/kg.      

 

  1. Toksisitas Akut shogaol:
  • dosis LD50.Lethal, 50 persen death.Mice.IV injection.50.9mg/kg,
  • dosis LD50.Lethal, 50 persen death.Mice.Abdominal Injection.109mg/kg,
  • dosis LD50.Lethal, 50 persen kematian Mice.Gastric Perfusion.687mg/kg.. 
  1. Toksisitas Akut Gingerol:
  • dosis LD50.Lethal, 50 persen death.Mice.IV injection.25.5mg/kg,
  • dosis LD50.Lethal, 50 persen death.Mice.Abdominal Injection.581mg/kg,
  • dosis LD50.Lethal, 50 persen kematian Mice.Gastric Perfusion.250mg/kg..
  1. Toksisitas simplisia:
  • LD50 (mencit / ekstrak air jahe kering): 33500 mg / kg(2).

 

  1. E.     FARMAKOKINETIKA

Studi Farmakokinetika :  Setelah bolus masuk melalui intravena dengan dosis 3 mg/kg: (9)

  1. Kurva konsentrasi dalam plasma dibanding dengan waktu menunjukkan model dua kompartemen terbuka
  2. (6)-gingerol dikeluarkan dalam plasma dengan waktu paro 7.23 menit
  3. Total Clearen dari tubuh adalah 16.8 ml/menit/kg.
  4.  Protein serum berikatan (6)-gingerol dengan presentasi 92.4% (Ding et al, 1991).

Pada kelompok studi kinetika yang sama pada tikus dengan percobaan hepatic akut atau gangguan ginjal (Naora et al, 1992) yang diidentfikasi ,tidak ditemukan adanya  perbedaan yang signifikan pada kurva waktu-konsentrasi plasma atau parameter farmakoknetik lainnya dibandingkan dengan kontrol dan nephrektomize. Hal ini memberi pertanda  bahwa proses ekskresi  pada ginjal tidak memberikan kontribusi terhadap hilangnya (6)-gingerol dari plasma tikus. Hal ini berkebalikan dengan toksisitas hepar, mengakibatkan peningkatan kadar (6)-gingerol dalam plasma pada fase akhir. Waktu paro eliminasi meningkat signifikan dari 8.5 menjadi 11.0 menit pada tikus dengan kerusakan hati. Waktu ikatan antara (6)-gingerol dengan protein serum yaitu lebih dari 90% dan efek menjadi kecil karena ketoksikannya. Aspek ini mengindikasikan bahwa (6)-gingerol eliminasinya sebagian besar melewati hepar (9)

Penurunan metabolit dari S-(+)-(6)-gingerol (pedasnya jahe) diidentifikasi secara in-vitro dengan induksi phenobarbabital pada hati tikus dalam bentuk superntan yang mengandung NADPH-pembangkit sistem (Surh dan Lec, 1994). Penurunan diperlihatkan secara stereo-spesifik. Produk ekstrak etil asetat didisolasi dan dua metabolismenya diidentifikasi sebagai diasteromer dari (6)-gingerol oleh kromatografi gas/spektrometri massa. Penulis sebelumnya memperlihatkan (6)-gingerol sebagai zat pedas dari jahe yang direduksi pada hati tikus secar in-vitro. Metabolit ekstrak etil asetat yaitu sogaol telah diisolasi. Dibentuk dengan inkubasi pada alfanya, keton beta-saturasi dengan fraksi citosolic hati tikus yang telah di fortifikasi dengan NADPH- atau NADPH-pembangkit sistem: dua bagian besar metabolit yang teridentifikasi adalah 1-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-deksa-3-one(6- paradol))dan 1-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-deksa-3-ol (reduksi 6- paradol). 1-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-deksa-3-one (dehidoparardol), bukan merupakan analog zat padas sogaol, yang dibentuk dari metabolism yang sama , dari (6)-sogaol dibawah kondisi inkubasi yang sama. (6)-paradol muncul pada intermeidet reduksi metabolit alfa, beta-unsaturasi keton pada separuh sogaol yang disaturasi oleh alcohol (Surh dan Lec, 1994) (9)

Metabolism lemak dari (6)-gingerol pada tikus telah di teliti oleh Nakazawa dan Ohsawa (2002). Pada pemberian oral (6)-gingerol ,empedu tikus diperlihatkan dalam analisis HPLC yang mengandung metabolit mayor (S)-(6)-gingerol-4’-O-β-gluoronide. Walapun metabolit diperoleh dari (6)-gingerol tidak ditemukan dalam urin, ektrak etil asetat dari urin telah menglami hidrolisis enzimatik, menunjukkan enam metabolit minor (vanilic acid, asam ferulic, (S)-(+)-4-hidroksi-6-oxo-8-(4-hidroksi-3-metoksifenil) asam butanoic, 9-hidroksi (6)-gingerol dan (S)-(+)-(6)-gingerol total ekskresi seluruh metabolit baik mayor dari empedu dan enam minor melalui urin selama 60 jam setelah adanya aministrasion oral dari (6)-gingerol secara berturut-turut kira-kira 48% dan 16% dari dosis. Ekskresi dari enam metabolit minor di dalam urin menurun tajam setelah sterilisasi usus, mungkin karena keterlibatan flora normal di dalam metabolime. Di lain hal, inkubasi (6)-gingerol dengan hepar tikus menunjukkan adanya  9-hidroksi (6)-gingerol, gingerdiol, dan (S)- (6)-gingerol-4’-O-β-gluoronide. Hal ini mengindikasikan bahwa flora normal serta enzim dalam hati, memberikan pengaruh besar terhadap metabollime dari (6)-gingerol(9).

 

 

REFERENSI

  1. Rukmana, Rahmat., 2000, Usaha Tani Jahe, Yogyakarta, Kanisius, 12-13.
  2. 2.      Kemper, K.J., 1999, Ginger (Zingiber officinale), The Center for Holistic Pediatric Education and Research, diakses di Longwood Herbal Task Force: http://www.mcp.edu/herbal/default.htm.
  3. Ernst, E., Pittler, M.H., 2000, Efficacy of Ginger for Nausea and Vomiting, British journal of anaesthesia, 84 (3) : 367-71.
  4. Dulger, Gul., 2012, Herbal Drugs and Druh Interactions, Marmara Pharmaceutical Journal, vol 16 : 9-22.
  5. Gohil, K. J., J. A. Patel., 2007, Herb-drug Interaction : A Review and Study Based on Assessment of Clinical Reports in Literature, Indian Journal Pharmacol, vol 39 (3) : 129-139.
  6. Stuart, Armando Gonzales, 2005, Ginger, Spanish.
  7. Anonim, 2011, Ginger, available at http:// http://www.umm.edu/altmed/articles/ginger-000246.htm# ixzz2QixqLRy4. Diakses pada tanggal 17 April 2011.
  8. Anonim,  2013 ,  Ginger,  available at http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/natural/961.html#skip.  Diakses pada tanggal 17 April 2013
  9. Badreldin H. Ali ., Gerald Blunden.,  Musbah O. Tanira.,  Abderrahim Nemmar ., Some Phytochemical, Pharmacological and Toxicological Properties of Ginger (Zingiber officinale Roscoe): A review of recent research. Food and Chemical Toxicology 46 (2008) : 409–420. Available online at http://www.sciencedirect.com

Leave a comment